Darurat Kekerasan Anak: Berkaca Kasus Engeline
Oleh Bakti
Riyanta
Kematian Engeline
menyita perhatian masyarakat beberapa waktu yang lalu,meski saat ini masyarakat
mungkin sudah lupa dan sampai di mana proses penanganan kasus tersebut. Publik
dibuat geram, bagaimana anak usia 8 tahun yang diberitakan hilang oleh
keluarganya ternyata selang tiga minggu ditemukan dalam keadaan yang
menyedihkan terkubur di pekarangan tempat tinggalnya. Bagaimana bisa anak
yang sedang lucu-lucunya mengalami nasib mengenaskan seperti itu. Masyarakat
sangat marah dan geram geram atas kejadian terebut, dan menuntut kasus itu
diusut tuntas, serta pelaku diberi hukuman setimpal. Pihak berwajib bekerja
keras untuk mengungkap kasus tersebut untuk menemukan pelaku sebenarnya beserta
motif pembunuhan keji tersebut.
Kasus tersebut hanya satu dari sekian banyak
kasus kekerasan terhadap anak yang banyak terekspose media dan lembaga yang
peduli dengan anak. Masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi dan
tidak terpublikasikan, bahkan setelah kasus Enggeline. Peristiwa tersebut
di samping memprihatinkan, mesti menjadi titik balik kesadaran masyarakat
agar kejadian tersebut tidak terulang dan menimpa anak-anak yang lain.
Anak-anak memang sangat rawan terhadap berbagai
tindak kekerasan, seperti kekerasan verbal, kekerasan fisik ringan,
penganiayaan, penelantaran, kekerasan seksual. Pelaku kekerasan dapat berasal
dari orang lain yang tidak ada hubungan kekerabatan, tetapi yang sering terjadi
justeru dari orang-orang terdekatnya seperti orangtua, saudara, atau yang
sering berinteraksi. Berbagai motif melatarbelakangi berbagai tindak
kekerasan tersebut, seperti masalah keterbatasan ekonomi, pengetahuan, tetapi
yang utama adalah masalah moralitas.
Anak semestinya mendapatkan pengasuhan,
perlindungan, pendidikan yang baik di keluarga dan orang-orang di
sekelilingnya. Anak memiliki berbagai hak yang mutlak dipenuhi sehingga anak
mendapatkan kesejahteraannya. Kesejahteraan itulah akhirnya yang mampu
mendukung anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi
yang dimiliki, sehingga doa setiap orangtua pada setiap anak yang terlahir
kelak menjadi anak yang sholeh/sholehah, berguna bagi keluarga, masyarakat, dan
negara akan menjadi kenyataan.
Untuk itu diperlukan upaya optimal dari seluruh
komponen masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi yang menjamin
pemenuhan kesejahteraan anak. Keluarga mesti memiliki kesadaran dan kemampuan
untuk mengasuh,mendidik dan melindungi anak-anaknya. Masyarakat lingkungan anak
juga memberi situasi yang mendukung anak untuk mendapatkan kesejahteraan dan
peduli jika ada hal-hal negatif terjadi pada anak. Perlu diingat bahwa urusan
anak bukan mutlak urusan orangtuanya. Orangtua/keluarga tidak dapat
memperlakukan semaunya terhadap anak, jika terjadi hal-hal buruk terhadap anak
sudah menjadi urusan masyarakat dan negara sehingga mesti ikut campur agar
hal-hal buruk tidak menimpa anak.
Kejadian-kejadian buruk dapat menimpa anak di
manapun berada baik yang berada di keluarga yang sosial ekonominya kurang mapun
cukup berada. Menyikapi hal tersebut yang utama perlu diketahui apakah
anak-anak sudah mendapatkan kesejahteraan dengan baik atau mengalami berbagai
masalah. Seluruh komponen masyarakat mesti waspada dan peduli terhadap pemenuhan
kesejahteraan anak serta proaktif jika mengetahui terjadi tindakan penelantaran
dan kekerasan terhadap anak sekecil apapun. Ingat, bahwa anak dapat tumbuh dan
berkembang menjadi baik adalah karena peran sinergis antara keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Semua komponen tersebut mesti menciptakan situasi dan kondisi
yang positif dan mendukung perkembangan anak secara baik.
Semoga kasus Engeline adalah kasus terakhir.
Lindungi anak-anak kita dari kemungkinan berbagai tindakan kekerasan.
Selamatkan anak-anak yang rentan mendapatkan perlakuan tidak semestinya.
Anak-anak adalah harapan kita di masa depan.
Posting Komentar untuk "Darurat Kekerasan Anak: Berkaca Kasus Engeline"